Senin, 25 Desember 2017

Kilas Balik



#02

"Hari ini akan berlalu, bersabarlah" 



"Nadaaa", teriak mama dari dapur.
"Emmmh" sahutku yang masih setengah sadar.
"Bangun nak,sudah jam berapa ini" teriak mama lagi.
"Iya ma" kataku langsung bangkit dan melaksanakan kewajibanku.

Ku dapati adikku yang sedang bersiap untuk sekolah.

"Gantengnya adik kakak", godaku saat melihat adikku yang senyum-senyum di depan kaca tak jauh dari dapur.
"Iya dong, anak mama" kata mamaku bangga.
"Jelas la ma", jawab adikku.
"Pede amat kamu" kataku sambil mengacak - acak rambut adikku.
"Kakaaak!!" Teriaknya, merapikan rambutnya kembali. Aku hanya tertawa dan membentuk jariku seperti huruf V.

Hari ini aku diantar oleh adik bawel ku. Si jeki sedang ngambek jadi tidak bisa dikendarain. Adikku langsung pergi menuju sekolahnya yang tidak jauh dari kampusku.

"Assalamualaikum", sapa Raka tersenyum manis padaku.
"Waalaikumsalam, manis amat senyumnya bang", ledekku.
"Baru tau ya dek?" Jawabnya enteng.
"Tapi sayang bang, ditolak mulu" ledekku lagi.
"Ada kok, kamu kan cetia celalu cama abang" dengan wajah polos yang berlagak imut.
"Jijik" ketus ku.
"Sama aku juga ngerasa gitu", kata Raka sambil tertawa renyah.

Kami berjalan ke kelas yang masih sunyi, hanya ada satu dua orang saja yang sedang mengobrol didalam kelas. Raka duduk didepan ku, supaya gampang untuk mencotek.

Kepala ku terasa sakit sekali seakan ditimpah bebatuan. Ku sandarkan bahuku di kursi, sembari menunggu dosen.

"Kamu baik-baik saja nad?" Tanya Wawa, teman sekelasku.
"Iya" jawabku singkat.
"Iya apa nya nad? Wajahmu pucat".
"Enggak kok" elak ku.
"Pulang aja gih" saran Raka yang melihat ke belakang.
"Gak perlu" tolakku.
"Kamu istirahat saja, nanti aku pinjamkan catatan nya" pinta Wawa memelas.
"Makasia wa" kataku.

Perkuliahan pun dimulai dengan salam Pak Ugi. Selama perkuliahan aku tidak dapat memahami pelajaran. Kepalaku masih terasa sakit bahkan bertambah sakit. Akhirnya yang ku tunggu-tunggu pun tiba. Pak Ugi mengakhiri perkuliahan.

"Duluan ya", pamit ku pada Wawa dan Raka.
"Pulang sama siapa nad?" Tanya Raka.
"Sendiri" Jawabku singkat.
"Aku antar saja ya?" Pintanya.
"Tidak perlu, aku bisa sendiri. Lagian tidak muhrim ka" 
"Hari ini aku bawa mobil, ayolah nad", bujuknya kembali.
"Sama ku aja nad", pinta Wawa.
"Aku pulang sendiri saja" kataku sambil berlalu meninggalkan mereka yang masih terpaku menatapku yang semakin menjauh.

Semakin terasa sakit, pandanganku sedikit buram. Sebuah Mobil hitam mewah berhenti di depan halte tempat aku menunggu angkutan. Seseorang keluar dari mobil dan berjalan mendekat kearahku. Tatapan ku semakin buram, aku berusaha dengan sisa tenagaku untuk melihat siapakah dia yang berjalan kearahku. Dia, tidak mungkin dia Dava. Mungkin aku salah lihat. Aku masih memegangi kepalaku yang semakin terasa sakit. Dia menuntunku ke mobil, aku hanya pasrah tidak ada pilihan selain menurutinya.

Dava membawaku ke rumah sakit terdekat. Sesampainya dirumah sakit, suster langsung membawaku ke UGD untuk diperiksa. Kondisiku sudah tidak sadarkan diri. Dava terlihat sangat khawatir, wajah dinginnya seketika hilang dibawa angin.

"Ku harap kau baik-baik saja" batin Dava, sambil memegang tas milikku. Lalu mengambil ponsel, kebetulan sekali ponselku sedang tidak dikunci dengan pola. Dava langsung menekan tombol dan menelpon mama. Tertera nama Nada diponsel mamanya, segera diangkat oleh mama.
"Assalamualaikum" kata Dava.
"Waalaikumsalam" jawab mama heran, terdengar suara lelaki diujung sana.
"Maaf tante, saya Dava temannya Nada. Sekarang Nada sedang dirawat di rumah sakit dekat kampus"
"Astaghfirullah, Nadaaa. Iya nak Dava, tante segera kesana" 
Namun sebelum Dava mengucapkan salam, sambungan telepon sudah terputus. Mama langsung menghubungi papa dan Alwi adik semata wayangku, mama langsung menjelaskan dan menyuruh untuk segera pulang. Sayangnya papa Nada baru saja pergi keluar kota. Sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk menyusul ke rumah sakit, paling besok pagi sampai di Medan. Alwi langsung permisi kepada gurunya dan langsung secepat kilat menuju rumah.

Dava hanya terduduk cemas diruang tunggu, menanti kedatangan mama ku. Tiga puluh menit kemudian, Dua orang yang sama sekali tidak Dava kenali dan seorang yang cukup ia kenali mendekat kearahnya.

"Gimana keadaan Nada" tanya seorang wanita paruh baya sangat khawatir.
"Nada sedang dirawat di UGD tante, kata dokter mungkin tiga puluh menit lagi Nada akan siuman tan". Kata Dava menenangkan.
"Siluman dav? " kata Raka melongo.
"Siuman kali bang", sambil memutar kedua bola matanya malas.

Tidak ada percakapan lagi setelah itu. Dokter mendekat ke arah ruang tunggu, memecah keheningan diantara mereka.

"Siang bu",sapa dokter ramah. 
"Siang dok, gimana keadaan putri saya dok?" Tanya mama sangat khawatir.
"Keadaan pasien masih lemah, biarkan dia istirahat sampai besok. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan". Kata dokter menjelaskan kondisiku.
"Nada sudah boleh dibawa pulang dok?" Tanya mama kembali.
"Belum, keadaannya masih belum stabil. Dua hari kedepan baru boleh pulang" jawab dokter.
"Terima kasih dok" ucap mama yang dibalas senyum oleh dokter dan pergi menjauh.

Raut khawatir masih terpancar jelas di wajah Dava. Raka memperhatikan Dava yang sedari tadi meremas kedua tangannya menandakan ia sangat khawatir.

"Tenang dav, bentar lagi Nada siuman kok" kata Raka menenangkan Dava
"          ", menatap dingin ke arah Raka. Raut wajahnya kembali seperti sedia kala. Raka hanya cengir di tatap seperti itu.

Nada dibawa keruangan VVIP, mereka langsung memenuhi ruangan. Mama menangis melihat putrinya terbaring lemah. Alwi sigap menenangkan mamanya. Masih belum sepenuhnya sadar, aku menggerakkan jariku. Dava tersenyum melihat jelas jari ku bergerak, raka lalu melihat kearah yang sama dan berlari memanggil dokter. Mama menghapus air matanya. Dan membelai lembut pipi anaknya.

Meskipun terbaring lemah di tempat tidur, aku masih mengenakan hijabku. Dan membuat Dava diam-diam terpukau melihatku. Mamaku menyuruh Raka dan Dava untuk pulang, karena yakin mereka pasti lelah menunggu aku sedari tadi. Namun mereka berdua tetap ingin menjagaku. Akhirnya, mama mengalah dan menuruti keinginan mereka.

"Nad, yang kuat yaa", batin Raka dan menyeka sebutir air disudut matanya.

Mereka larut dalam pikirannya masing-masing.

"Maa", panggil Nada dengan suara yang sangat pelan.
"Iya sayang" jawab mama lembut.
"Kakak kok bisa ada disini ma"
"Kamu tadi pingsan langsung dibawa nak Dava kerumah sakit"
"Da - Davaa ma? " Tanyaku  sangat terkejut mendengar namanya, berarti aku tidak salah lihat tadi.
"Iya dia lagi diluar nungguin kamu siuman, ada Raka dan Alwi juga. Sebentar ya sayang, mama panggil mereka dulu". 
"Tidak usah ma" jawabku sebelum mama membuka pintu.

 Namun sekali lagi alam sedang tidak berpihak padaku. Mereka bertiga masuk dengan sendirinya. Aku langsung menutup kedua mataku, tidak ingin ada percakapan apapun. Sesekali aku melirik Dava yang tertunduk. Sekali lagi aku melirik kearah Dava dan tatapan kami bertemu sebelum aku menutup mataku kembali. Aku melihatnya tersenyum padaku. Keajaiban apa ini sehingga dia tersenyum pada ku, batinku mulai tidak karuan.

 "Cantik . . . " batin Dava.

Kilas Balik


 #01 

"Ada kisah yang tidak perlu diingat, namun hanya butuh dikenang" 


Bruk!!
Tanpa disadari aku telah menabrak seseorang yang tidak ku kenali. Saat menuju parkiran kampus.

"Ma - maaf, aku tidak sengaja" sambil tersenyum kikuk.
Pemuda itu hanya diam, menatapku dingin lalu pergi begitu saja. Melihat kejadian itu membuat aku mendengkus kesal, tentu saja aku tidak suka dengan sikapnya yang dingin.

"Hah, aku tidak sengaja menabrak mu. Dan kau berlalu begitu saja. Kenal saja tidak, bagaimana bisa kau menatap ku sebegitunya. Arrgh" batinku.

Ku laju sepeda motorku yang ku sebut "Jeki". Ia merupakan motor metic, berwarna hijau dengan paduan warna putih. Selalu menemaniku kemanapun yang aku mau. Sesampainya dirumah aku disambut hangat oleh mama. Namun, mama tetap saja mampu menangkap sisa rasa kesal ku walaupun sudah ku paksakan untuk tersenyum manis. Tentu saja ia adalah mama yang selalu tahu keadaan ku.

"Kamu kenapa sayang?" tanya mama lembut padaku. 
"Emang ada apa ma?" aku malah balik bertanya dengan polosnya.
"Loh, kan mama yang tanya. Kenapa malah balik tanya sih?" dengan raut wajah yang ditahan untuk tidak tertawa melihat putrinya yang polos ini.
"Ma, kakak kekamar dulu ya. Lelah seharian dikampus." aku tidak ingin menjawab pertanyaan mama, ku jawab seadanya dan meminta izin ke kamar.
"Iya sudah, kamu istirahat saja." tersenyum melihat putrinya yang langsung berbalik menuju kamar.

Sudah pukul 18.45, aku belum melakukan hal apapun sedari tadi. Hanya tiduran, mendengarkan alunan musik, bersenandung ria menghilangkan kekesalanku. Suara merdu mama menyadarkan ku, menanyakan apakah aku sudah melaksanakan sholat atau belum. Aku langsung bergegas mandi lalu menunaikan kewajibanku. Setelahnya aku menuju dapur untuk membantu mama memasak. Mama menyuruhku memanggil papa yang duduk diteras rumah.

"Pa, makan yuk" ajak ku pada papa.
"iya sayang" menuju dapur bergabung dengan mama dan adikku.

Selesai makan, aku langsung ke kamar. Tugas ku sudah menumpuk dan sebelum aku mengerjakannya ponsel ku berbunyi menandakan ada pesan WA yang masuk.

"Assalamualaikum, sudah selesai tugasnya ?" Isi pesan tersebut.
"Waalaikumsalam, belum ka" jawabku.
"Kalau sudah selesai kabarin ya nad? " balasnya.
"Hayolah raka, kerjakan terlebih dahulu" Protes ku padanya.
"Haha, kan masih ada kamu". Balas nya lagi.
"Dasar pemalas" batinku.

Setengah jam kemudian, aku telah selesai mengerjakan semua tugas ku. Sehabis sholat isya aku langsung tidur, seharian di kampus sangat melelahkan.

**

Keesokan paginya, seperti biasa aku membantu mama memasak, lalu bergegas ke toilet. Lima belas menit setelahnya, aku menuju dapur dan bergabung dengan mama, papa dan adikku. Suasana sarapan ini yang selalu membuatku rindu jika sedang camp ataupun diluar kota.

Tiga puluh menit yang aku butuhkan untuk sampai dikampus. Bukan raka namanya kalau tidak langsung meminta tugas ku, bahkan disaat baru bertemu. Setidaknya dia bisa basa-basi dulu, tapi itulah raka walaupun begitu dia tetap teman terhebat yang aku punya.

"Assalamualaikum, mana tugas nya nad?" Tanyanya langsung to the point.
"Waalaikumsalam, ih dasar raka. Datang datang langsung tanya tugas". Sambil menyodorkan tugas yang dipinta. Ia hanya tersenyum lalu mengambil tugas ku.
"Pinjam dulu ya nadaku" sambil memberikan coklat padaku lalu berlalu pergi.
"Nadaku? Iih apaan sih" ketus ku. Sambil memakan coklat pemberiannya.

Hanya ada 2 sks hari ini, jadi aku bisa bersemedi ria diperpustakaan . Dosen mengakhiri perkuliahan. Aku berjalan menuju perpustakaan.

Bruk!!

Aku terjatuh, kali ini ada seseorang yang menabrak ku. Bukannya menolong dia hanya menatapku dingin. Kemudian berlalu meninggalkan aku yang masih berusaha bangkit.

 "Keterlaluan!!" Batinku.

Perpustakaan masih sepi membuat aku leluasa mencari buku yang ingin ku baca. Di sudut sebelah kanan rak buku, aku melihat lelaki yang baru saja menabrak ku. Tanpa aku sadari, aku berjalan tepat dihadapannya. Seperti biasa dia masih menatapku dingin.

"Assalamualaikum" sapaku padanya.
"Waalaikumsalam" jawabnya tanpa memandangku lagi.
"Kenapa kau menatapku sedingin itu? Apa kita saling kenal?" Tanyaku to the point, sudah tidak tahan ditatap seperti itu.
"Perasaanmu saja, ku rasa tidak" jawabnya ketus.
"Bukan, kau memang menatapku dingin" protes ku padanya.
"Lalu?" Dia balik bertanya.
"Apa?!" Batinku.
"Tidak ada yang ingin kau ucapkan padaku?" Ku harap kau mengerti, dan meminta maaf padaku.
"           " hening, hanya tatapan dingin yang dia tunjukkan, kemudian berlalu.
"TEGA!!" Batinku.

Raka menemuiku diperpustakaan. Dia terkejut melihat ekspresi ku yang menutupi sebagian kepalaku dengan buku.

"Nad, kau baik baik saja?" Tanyanya khawatir.
"Menurutmu?" Ketus ku.
"Idih, galak amat mak" sambil menarik buku diatas puncak kepalaku.
"Apaan sih ka, sana !" Mencoba mengusir raka.
"Wajah udah kayak baju kusut" duduk dihadapan nada.
"Nih gosok nih " kataku, sambil mendekatkan wajahku padanya. Raka langsung menggosok wajah ku dengan tangannya.
"Rakaaaaa" teriakku tidak terlalu kuat mengingat kami sedang berada diperpustakaan, ini anak polos apa gimana ya pikirku.
"Kamu kenapa nada?" Tanyanya lembut.
"Tadi aku ditabrak cowok, bukannya dia minta maaf malah menatapku dingin dan berlalu gitu aja ka nyebelin banget". Kataku panjang lebar.
"Hahaha" tertawa terbahak-bahak, seolah aku sedang melawak.
"Eh, semprul. Apanya yang lucu?" Kataku mendengkus kesal.
"Sepertinya aku kenal cowok yang kau maksud" katanya enteng.
"Dari mana kau yakin ?" Tanyaku mulai serius.
"Wajahnya, aduh tolong dikondisikan" tawanya pecah melihat aku yang tiba-tiba raut wajahnya berubah serius.
"Kan..." kataku memelas.
"Dia itu mahasiswa semester akhir di jurusan kita. Hanya dia satu satunya cowok seperti yang kau maksud" kata raka menahan tawanya.
"Siapa namanya?" Tanyaku penasaran.
"Namanya Dava, Dava Adya Natama. Setahuku dia dulu tidak seperti itu nad". Jelas raka.
"Kamu kenal dimana ka?" Tanyaku semakin penasaran.
"Dia itu tetanggaku sebelum aku pindah ke rumah" jawabnya.
"Ooh begitu" aku hanya ber oh ria.
"Balik yuk" ajakku pada raka.
"Iyauda, tapi sebentar ya. Aku mau jumpain Andin dulu." Kata raka.
"Iyaudah aku balik duluan ya ka" kataku.
"Bentar aja kok" jawabnya.
"Bentar? Males ah nungguin kamu bakal lama" kataku.
"Iyaudah, hati-hati dijalan ya Nadaku" jawabnya lembut.
"Iyaa rakaku" kataku sok imut.
"Idih kok agak jijik gitu ya dengernya" jawabnya meledek.
"Semprul" ketus ku, meninggalkan Raka yang masih tertawa.

Aku langsung menuju parkiran. Disana sudah terlihat sosok lelaki yang sukses membuat aku sangat penasaran. Abaikan Nada pikirku. Tapi dia seperti memperhatikan ku. Ah, aku mulai ngawur nih. Sesampainya dirumah seperti biasa. Membantu mama memasak dan makan malam bersama. Malam ini aku bisa langsung tidur nyenyak tanpa ada tugas yang mengganggu malam ku. Tapi pikiranku masih melayang pada sosok yang selalu menatapku dingin.

"Bisakah kita berteman ?" Batinku.